Kutemukan Keragaman dalam Sahabat di Pramuka
(Lesbianto)
Di
malam yang hening ini, terbisik-bisik suara jangkrik yang bersautan. Udara yang
berhembus sejuk dan dingin masuk kedalam tulang rusuk. Semakin larut malam
semakin sunyi, mataku pun perlahan meredup
dan tertidur pulas.
Esok
hari, 4 Oktober 2017
Terlihat
mentari dari ufuk timur mulai menampakkan diri. Suadah siap dengan pa yang akan di di berikannya pada
bumi pada ornamen-oramennya yang menyelimuti
Aku bangun pagi dan melaksanakan Salat subuh.
Aku teringat Sebuah tantangan menanti hadirnya diriku dan kawan kawan, sebuah
perjuangan demi meraih harapan, harapan yang terbesit di dalam hati yang ingin
ku patahkan demi meraih angan angan. Berawal dari ketidak kesengajaan berakhir menjadi
hobi. Disinilah aku menemukan kepribadianku yang hampir hilang dan disinilah
aku menemukan arti kehidupan.
Kami
anak anak Pramuka Ambalan Bung Hatta Sman 1 Jepon, selayaknya sang proklamator Bung
Hatta kami adalah pemuda yang berdedikasi untuk bangsa, kami akan melakukan
penempuhan SKK (Syarat Kecakapan Khusus), yang merupakan salah satu syarat
menjadi pramuka Penegak Laksana. Akan kami laksanakan selama 3 hari 2 malam.
Demi
menunaikan tugas yang kami emban kami lakukan dengan semangat juang. Aku berada
di tim 1 bersama Aziz, Yudhi, Pandu dan Teguh. Dan satu tim lain, tim 2 yaitu Yongki,
Bayu, Veris, Ade dan Satmoko.
Jam
menunjukkan pukul 07;00 WIB.
Petualangan siap untuk ku arungi.
“Semuanya
berkumpul.” Suara pembinaku.
Kami
pun datang dan cepat berbaris rapi. Pembinaku adalah guru favoritku, orangnya
sangat baik dan perhatian, namanya
Pak Linarto. Beliau lah yang selalu memberian kata-kata motivasi untukku sellau berjunag tanpa henti. Bagaikan angin yang sellau berhembus di setiap hari.
“
Assalamualaiakum Wr. Wb.”
“
Waalaikumsalam wr wb.”
“
Bagaimana semua sudah siap.”
“
Siap pak.” kami jawab dengan keras dan serentak.
“
Semua pembekalan sudah dibawa?”
“Sudah
pak, Tanpa bekal kami masih bisa bertahan hidup walaupun tanpa pembekalan,
hanya mengandalkan alam, layaknya seorang perajurit bangsa yang tetap bertahan
demi mempertahankan bangsanya walaupun menderita, lagi pula kami anak pramuka.”
Jawab Bayu
dengan keras.
“
Baik, bawa panji merah putih ini dan kibarkan di pengembaraanmu.” Amanah dari Pak
Linarto.
“
Baik demi merah putih kami berjanji akan menjaganya.” Jawab kami serentak.
Pukul
07;12 WIB.
Kamipun
berpamitan dan memulai petualangan menjelajahi negeri ini. Timku berjalan ke arah
barat dan tim yongki berjalan ke arah timur. Satu jam kemudian kami melewati
sebuah kota, kota itu lumayan ramai apalagi kota itu menjadi pusat
perekonomiannya. Kami berjalan di dengan masing - masing membawa tongkat yang
merupakan senjata dari seorang anak pramuka.
Kamipun
sampai di kantor kedinasan dari kota itu, kami duduk sambil meneguk sebotol air mineral, yang
melepaskan rasa lelah kami. Tak lama kami melanjutkan perjalanan kembali. Matahari
berada tepat diatas kepala kami, keringatku mulai bercucuran membasahi baju
kami.
Kami
sampai di perkampungan, kampung itu dinamakan Kampung Samin, yang merupakan keturunan dari salah satu pahlawan asli dari
Blora, tepatnya di Kecamatan Klopoduwur. Dahulu kala diceritakan kampung itu
terdapat pohon kelapa yang sangat tinggi, oleh karena itu wilayah itu dinamakan
Klopoduwur yang mengambil kata Kloponduwur yang artinya pohon kelapa tinggi.
Pukul
03;00 WIB. Kami sampai di hutan, hutannya sangat rindang dan menjulang tinggi, tapi
sangat sepi. Langit mulai mendung, tak lama turun hujan, Kami bingung mencari
tempat teduh, dan kami memutuskan berteduh di bawah pohon. Beruntung barang-barang kami tidak basah.
Hujan reda kami melanjutkan perjalanan kembali, tak berselang lama hujan
kembali turun dan lebih deras lagi.
“
Ayo cepat cari tempat teduh.” Ujar
Aziz dengan teriak.
“
Tidak ada tempat berteduh.” Jawab yudhi
singkat.
“
Terus ini gimana, hujan bertambah lebat, langitpun hitam pekat, jika kita tetap
disini kita akan kedinginan.” Kata pandu yang mengerutkan jidatnya
Akupun
bergegas mengeluarkan pisau untuk menjari daun pohon jati untuk berteduh dan
mengamankan barang bawaan kami. Daun itu aku jadikan payung tapi semua itu sia-sia
hujan disertai angin dan membuat daun
itu berterbangan.
“
Semuanya ikut aku, kita berteduh di bawah jembatan saja.” Yudhi memberi solusi
kepada semuanya dan kebetulan bawah jembatan itu tanahnya kering. Hujan itu
merupakan hujan pertama setelah kemarau panjang. Dan dibawah jembatan itu
sangat bersih dari daun-daun
kering.”
“
Yang benar saja, hujan kok berteduh dibawah jembatan, nanti terseret arus, walaupun
hujan pertama, bukan tidak mungkin akan terjadi banjir bandang.” Jawabku, dengan melototkan mata sembari menolak keras.
“
Tenang saja, hujan ini kan baru pertama, tidak banjir kok.” Kata Yudhi.
Dan
akhirnya kejadian itu terjadi. Tiba tiba air dari atas melaju begitu kencang,
air itu menggulung gulung seperti ombak, alhasil teguh terseret ombak dari air
sungai itu, karena terseret air sungai, aku memegang tangannya
“
Guh bertahan akan akan memegang tanganmu yang satu lagi.” Kataku, dengan bingung, kaget, tak menyangka bisa seperti itu.
“
Tolong cepat tanganku sudah tidak kuat memegang lagi.” Pinta Teguh, yang terlihat lemas
Aku pun memegang tangannya, tapi
tangan kanannya terlepas dari tanganku.
“
Teguhhhh.” Teriak Yudhi.
Karena
Teguh adalah teman akrab Yudhi. Mereka berteman sudah lama dan kemana-mana
selalu bersama.
“
Semuanya cepat naik ke atas, air mulai naik lagi dan bertambah tinggi.” Aziz
berteriak, semua disuruh ke atas. Aku, Yudhi dan Pandu segera naik ke atas. Dan
berupaya mengejar arus yang telah membawa teguh.
“
Semuanya ikut aku ,kita kejar Teguh,
kita temukan dia secepatnya, walaupun hujan deras.’ Aku mengajakan semuanya
untuk mengejar Teguh.
“ Ayo kita telusuri sungai
ini sampai hulu sekali pun, teguh harus kita temukan, bagaimana pun kita
berangkat sama-sama dan pulang harus bersama.” Seruan Aziz.
“
Teguhhhh dimana kamu.” Teriakku.
Hujan
tetap saja deras anginpun tiada henti. Kami kebingungan bagaimana lagi untuk
mencari teguh. Kami berteriak memanggil Teguh.
Kami
tetap berjalan terus, dan aku teringat aku membawa senter. Aku keluarkan senter
itu untuk penunjuk penerangan. Dan aku melihat pohon sangat tinggi, berdiameter
5 meter tingginya hampir 100 meter.
“
Hey lihat itu pohon beneran apa tidak, tinggi sekali.“ Kata pandu
Kami mulai mendekati pohon itu dengan rasa
ketakuatan. Dan perlahan kami mengelilingi pohon itu. Tak disangka di balik
pohon itu ada Teguh.
“
Teguuhh, akhirnya kamu ketemu juga.” Tanya Aziz sambil memegang tangannya yang
digin.”
“
Tamu tidak apa-apa kan?.” Tanyaku
“
Tidak apa-apa kok.” Jawab singkatnya
Setelah
kulihat dia tidak terjagi luka sedikitpun, dan itu mengherankan, pasalnya
terseret arus itu akan terjadi goresan goresan di badannya.
“
Keren kamu ya habis terseret arus tapi tidak luka sedikpun?.” Tanyaku lagi
“
Tadi aku waktu terserah arus, aku mencoba renang dan kebetulan didekatku ada
batang pohon pisang, secepat mungkin aku raih batang pisang itu.dan ku bawa ke
pinggir sungai. Sampailah aku ke daratan. Dan aku melihat ada pohon ini , pohon
yang sangat tinggi, aku pun mendekatinya, dak akhirnya kau sampai di bawah
pohon yang tinggi ini.” Jawabnya.
“
Alhamdulillah, Allah telah menolongmu, seperti yang di firmankan oleh Allah di
dalam Alquran niscaya allah akan menolong hambanya yang berbunyi “ Hasbunallah Wani’mal Wakil Ni’mal Maula
Wani’mannasir.” Kataku kepadanya.
Kami pun memutus membuat tenda di
situ dan tertidur pulas. Pagi hari kami melanjutkan perjalanan kembali.
“
Semuanya bangun, ayo kita melanjutkan perjalanan kembali?. Teriakku
“
Siap.” Jawab Aziz.
Kamipun melanjutkan perjalanan kembali. Dengan
menyanyi dan berteriak-teriak supaya lebih semangat kembali.
Pukul
14.14 WIB. Hari ketiga kami sampai di sekolah kami. Dan kami disambut antusias
oleh adik kelas kami. Dan membuat bangga kami seluruhnya, tak lupa kita juga
disambut pembina kita Pak Linarto. Akhirnya perjuangan kami selesai dengan
kegemberiaan walaupun bersakit-sakit dahulu. Ujung-ujungnya juga bersenang
senang.